BAB I
PENDAHULUAN
A.
Trematoda
Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda filum Platyhelmintes dan hidup sebagai parasit.Pada umumnya cacing ini bersifat hermafrodit kecuali cacing Schistosoma. Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas Digenea, yang hidup sebagai endoparasit.
Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda filum Platyhelmintes dan hidup sebagai parasit.Pada umumnya cacing ini bersifat hermafrodit kecuali cacing Schistosoma. Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas Digenea, yang hidup sebagai endoparasit.
B.
Hospes
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitive cacing trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi, tikus, burung, musang, harimau dan manusia.Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam:
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitive cacing trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi, tikus, burung, musang, harimau dan manusia.Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam:
1.
Trematoda
hati (liver flukes): Clonorchis sinensis, Opisthorchis felineus, Opisthorchis
viverrini dan Fasciola.
2.
Trematoda
usus (intestinal flukes): Fasciolopsis buski, Echinostomatidae dan
Heterophyidae.
3.
Trematoda
paru ( lung flukes): Paragonimus westermani.
4.
Trematoda
darah ( blood flukes): Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma
haematobium.
C.
Distribusi
Geografik
Pada umumnya cacing trematoda
ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India dan
Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di
Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, Heterophyidae di Jakarta dan
Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.
D.
Morfologi
dan Daur Hidup
Pada umumnya bentuk badan cacing
dewasa pipih dorsoventral dan simetri bilateral, tidak mempunyai rongga badan.
Ukuran panjang cacing dewasa sangat beraneka ragam dari 1 mm sampai kurang
lebih 75 mm. Tanda khas lainnya adalah terdapatnya 2 buah batil isap, yaitu
batil isap mulut dan batil isap perut. Beberapa spesies mempunyai batil isap
genital. Saluran pencernaan menyerupai huruf Y terbalik yang dimulai dengan
mulut dan berakhir buntu pada sekum. Pada umumnya Trematoda tidak mempunyai
alat pernafasan khusus, karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi
terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf
dimulai dengan gangliondi bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang
memanjang dibagian dorsal, ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat
hermafrodit denagn alat reproduksi yang kompleks.
Cacing dewasa hidup di dalam tubuh
hospes definitif. Telur diletakkan di saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh
darah atau dijaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama
tinja, dahak atau urin. Pada umumnya telur berisis sel telur, hanya pada
beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu
getar. Bila sudah mengandung mirasidium telur menetas di dalam air (telur
matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisis sel telur,
telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa
spesies Trematoda, telu matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara)
dan keluarlah mirasidium yang masuk kedalam jaringan keong; atau telur dapat
langsung menetas dan mirasidium berenang di air; dalam waktu 24 jam kmirasidium
harusn sudah menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong
air disini berfungsi sebagai hospes perantara pertama atau HP1. Dalam keong air
tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio,
disebut sporokista (S). Sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau
redia (R); bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring, dan
sekum.
Didalam sporokista dua / redia
(R) , larva berkembang menjadi serkaria (SK).
Perkembangan larva dalam hospes perantara satu terjadi sebagai berikut:
M→S→R→SK = Misalnya Clonorsis sinensis
Perkembangan larva dalam hospes perantara satu terjadi sebagai berikut:
M→S→R→SK = Misalnya Clonorsis sinensis
M→S1→S2→SK
= Misalnya Schitosom
M→S→R1→R2→SK
= Misalnya Trematoda lainnya
Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara dua yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu, dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara dua serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitif mendapat infeksi bila makan hospes perantara dua yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitif, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes.
E.
Patologi dan
Gejala Klinis
Kelainan yang disebabkan cacing daun tergantung dari lokalisasi cacing di dalam
tubuh hospes; selain itu juga ada pengaruh rangsanga setempat dan zat toksin
yang dikeluarkan oleh cacing. Reaksi sistemik terjadi karena absorbsi zat
toksin tersebut, sehingga menghasilkan gejala alergi, demam, sakit kepala dan
lain-lain. Cacing daun yang hidupdi rongga usus biasanya tidaka memberi gjala
atau hanya gejala gastrointestinal ringan seperti mual, muntah, sakit perut dan
diare. Bila cacing hidup di jaringan paru seperti Paragonimus, mungkin
menimbulkan gejala batuk, sesak nafas, dan batuk darah(hemoptisis). Cacing yang
hidup di salyuran empedu hati seperti Clonorchis, Opistrhorchis dan Fasciola
dapat menimbulakn rangsangan dan menyebabkan penyumbatan aliran empedu sehingga
menimbulkan gejala ikterus. Akibat lainya adalah peradangan hati sehingga
terjadi hepatomegali. Bila ini terjadi berlarut-larut, dapat mengakibatkan
sirosis hati. Cacing Schistosoma yang hidup di pembuluh darah, terutama
telurnya mengakibatkan kelainan yang berupa peradangan, pseudo-abses dan
akhirnya fibrosis jaringan alat yang di infiltrasi oleh telur cacing ini,
seperti dinding usus, dinding kandung kemih, hati, jantung, otak dan lain-lain.
Trematoda usus yang berperan dalam
ilmu kedokteran adalah dari keluarga Fasciolidae, Echinostomatidae dan
Heterophydae. Dalam daur hidup termatoda usus tersebut, seperti pada trematoda
lain, diperlukan keong sebagai hospes perantara I, tempat mirasidium menjadi
sporokista, berlanjut menjadi redia dan serkaria. Serkaria yang dibentuk dari
redia, kemudian melepaskan diri untuk keluar dari tubuh keong dan berenang
bebas dalam air. Tujuan akhir serkaria tersebut adalah hospes perantara II,
yang dapat berupa keong jenis lain yang lebih besar, beberapa jenis ikan air
tawar, atau tunbuh-tunbuhan air.\
Manusia mendapat penyakit cacing daun karena memakan hospes perantara II yang tidak dimasak sampai matang.
Manusia mendapat penyakit cacing daun karena memakan hospes perantara II yang tidak dimasak sampai matang.
BAB II
PEMBAHASAN
Fasciolopsis
buski
A.
Sejarah
Cacing trematoda Fasciolopisis buski adalah suatu trematoda yang didapatkan pada manusia atau hewan. Trematoda tersebut memiliki ukuran terbesar diantara trematoda lain yang ditemukan pada manusia.
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Busk (1843) pada autopsi seorang pelaut yang meninggal di London.
Cacing trematoda Fasciolopisis buski adalah suatu trematoda yang didapatkan pada manusia atau hewan. Trematoda tersebut memiliki ukuran terbesar diantara trematoda lain yang ditemukan pada manusia.
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Busk (1843) pada autopsi seorang pelaut yang meninggal di London.
Class: Trematoda
Order: Echinostomida
Family: Fasciolidae
Genus: Fasciolopsis
l Hospes definitif : manusia & binatang
Hospes pelantara : HP I : keong air Segmentina,
Hipeutis,Gyraulus
HP II:
Tumbuhan air Trapa, Eliocharis, Eichornia
l Penyakit : fasciolopsiasis
l Penyebaran : RRC, Taiwan, Vietnam, Thailand, India, Indonesia
l Habitat : mukosa usus muda (yeyunum & ileum)
l Morfologi dan daur hidup :
Cacing dewasa yang ditemukan pada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5 cm dan
lebar 0,8-2,0 cm. Bentuknya agak lonjong dan tebal. Biasanya kutikulum ditutupi
duri-duri kecil yang letaknya melintang. Duri-duri tersebut sering rusak karena
cairan usus. Batil isap kepala berukuran kira-kira seperempat ukuran batil isap
perut. Saluran pencernaan terdiri dari perifaring yang pendek,faring yang
menggelembung, esofagus yang pendek, serta sepasang sekum yang tidak bercabang
dengan dua identasi yang khas. Dua buah testis yang bercabang-cabang letaknya
agak tandem di bagian poterior cacing. Vitelaria letaknya lebih lateral dari
sekum, meliputi badan cacing setinggi batil isap perut sampai keujung badan.
Ovarium bentuknya agak bulat. Uterus berpangkal pada ootip, berkelok-kelok ke
arah anterior badan cacing, untuk bermuara pada atrium genital, pada sisi
anterior batil isap perut.
Telur berbentuk agak lonjong,
berdinding tipis transparan, dengan sebuah operkulum yang nyaris terlihat pada
sebuah kutubnya, berukuran panjang 130-140 mikron dan lebar 80-85 mikron.
Setiap ekor cacing dapat
mengeluarkan 15000-48000 butir telur sehari. Telur-telur tersebut dalam air
bersuhu 27°-32°C, menetas setelah 3 sampai 7 minggu. Mirasidium yang bersilia
keluar dari telur yang menetas, berenang bebas dalam air untuk masuk ke dalam
tubh hospes perantara I yang sesuai. Biasanya hospes perantara I tersebut
adalah keong air tawar, seperti genus segmentia,Hippeutis, dan Gyraulus. Dalam
keong, mirasidium tumbuh menjadi sporokista yang kemudian berpindah ke daerah
jantung dan hati keong. Bila sporokista matang, menjadi koyak dan melepaskan
banyak redia induk. Dalam redia induk dibentuk banyak redia anak, yang pada
gilirannya membentuk serkaria. Serkaria, seperti mirasidium, dapat berenag
bebas dalam air, berbentuk seperti kecebong, ekornya lurus dan meruncing pada
ujungnya, berukuran kira-kira 500 mikron dengan badan agak bulat berukuran 195
mikron X 145 mikron. Badan serkaria ini mirip cacing dewasa yaitu mempunyai
batil isap kepala dan batil isap perut. Mirasidium atau serkaria yang dalam
batas waktu tertentu belum menemukan hospes, akan punah sendiri. Serkaria dapa
berenang dengan ekornya, atau merayap dengan menggunakan batil isap. Serkaria
tidak memiliki kecenderungan untuk memilih tumbuh-tumbuhan tertentu untuk
tumbuh menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Tumbuh-tumbuhan yang banyak
dihinggapi metaserkaria adalah Trapa, Eliocharis, Eichornia dan Zizania.
Tumbuh-tumbuhan seperti Nymphoea lotus dan Ipomeea juga dihinggapi
metaserkaria. Bila seorang memakan tumbuhan air yang mengandung metaserkaria
tanpa dimasak sampai matang, maka dalam waktu 25-30 hari metaserkaria tumbuh
menjadi cacing dewasa dan dalam waktu 3 bulan ditemukan telurnya dalam tinja.

GAMBAR CACING FASCIOLOPSIS
BUSKI
l Gejala Klinis :
cacing dewasa melekat pada
duodenum & yeyunum peradangan,
ulkus, abses, perdaraahan,ileus akut (sumbatan). Infeksi berat : intoksikasi & sensitasi karena metabolit cacing dewasa dapat menyebabkan kematian
l Diagnosis :
Sering gejala klinis seperti
diatas bila didapatkan disuatu daerah endemi, cukup untuk menunjukan adanya
penderita fasiolopsiasis; namun diagnosis pasti adalah dengan menemukan telur
dalam tinja.
l Epidemiologi :
Infeksi pada manusia
tergantung dari kebiasaan makan tumbuh-tumbuhan air yang mentah dan tidak
dimasak sampai matang. Membudidayakan tumbu-tumbuhan air di daerah tercemar
dengan kotoran manusia maupun babi, dapat menyebarluaskan penyakit tersebut.
Kebiasaan defekasi, pembuangan kotoran ternak dan cara membudidiayakan
tumbuh-tumbuhan air untuk dikonsumsi harus diubah atau diperbaiki, untuk
mencegah meluasnya penyakitb fasiolopsiasis.
Fasiolopsiasis endemik di desa Sei Papuyu, Kalimantan Selatan. Prevalensinya 27,0%. Prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur 5-14 tahun, yaitu 56,8%,sedangkan pravelensi pada anak sekolah 79,1%. Survei 12 bulan setelah pengobatan menunjukan prevalensi yang tidak banyak berbeda karena kemungkinan terjadinya reinfeksi.
Fasiolopsiasis endemik di desa Sei Papuyu, Kalimantan Selatan. Prevalensinya 27,0%. Prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur 5-14 tahun, yaitu 56,8%,sedangkan pravelensi pada anak sekolah 79,1%. Survei 12 bulan setelah pengobatan menunjukan prevalensi yang tidak banyak berbeda karena kemungkinan terjadinya reinfeksi.
l Pengobatan
Obat yang efektif untuk cacing ini, adalah diklorofren, niklosamid, dan prazikuantel.
Obat yang efektif untuk cacing ini, adalah diklorofren, niklosamid, dan prazikuantel.
l Prognosis
Penyakit fasiolopsiasis yang berat mungkin menyebabkan kematian, akan tetapi bila dilakukan pengobatan sedini mungkin, masih dapat memberi harapan untuk sembuh. Masalah yang penting adalah reinfeksi, yang sering terjadi pada penderita.
Penyakit fasiolopsiasis yang berat mungkin menyebabkan kematian, akan tetapi bila dilakukan pengobatan sedini mungkin, masih dapat memberi harapan untuk sembuh. Masalah yang penting adalah reinfeksi, yang sering terjadi pada penderita.
l Gambar
Siklus Hidup:

Echinostoma
sp
A. Sejarah
Cacing genus Echinostoma yang ditemukan oleh manusia kira-kiara 11 spesies atau lebih. Garrison (1907) adalah sarjana yang pertama kali menemukan telur Echinostoma ilocanum pada narapidna pribumi di Filipina. Tubangui (1931), menemukan bahwa Rattus rattus norvegicus, merupakan hospes reservoar cacing tersebut. Chen (1934) meleporkan bahwa anjing setempat di Canton, RRC, dihinggapi cacing tersebut. Brug dan Tesch (1937), melaporkan spesies Echinostoma Lindoense pada manusia di Palu, Sulawesi Tengah, Bonne, Bras dan Lie Kian Joe (1948), menemukan Echinostoma ilocanum pada penderita sakit jiwa di Jawa.
Berbagai sarjana telah melaporkan, bahwa di Indonesia di temukan lima spesies cacing Echinostoma, yaitu: Echinostoma ilocanum, Echinostoma malayanum, Echinostoma lindoense, Echinostoma recurvatum dan Echinostoma revolutum.
Cacing genus Echinostoma yang ditemukan oleh manusia kira-kiara 11 spesies atau lebih. Garrison (1907) adalah sarjana yang pertama kali menemukan telur Echinostoma ilocanum pada narapidna pribumi di Filipina. Tubangui (1931), menemukan bahwa Rattus rattus norvegicus, merupakan hospes reservoar cacing tersebut. Chen (1934) meleporkan bahwa anjing setempat di Canton, RRC, dihinggapi cacing tersebut. Brug dan Tesch (1937), melaporkan spesies Echinostoma Lindoense pada manusia di Palu, Sulawesi Tengah, Bonne, Bras dan Lie Kian Joe (1948), menemukan Echinostoma ilocanum pada penderita sakit jiwa di Jawa.
Berbagai sarjana telah melaporkan, bahwa di Indonesia di temukan lima spesies cacing Echinostoma, yaitu: Echinostoma ilocanum, Echinostoma malayanum, Echinostoma lindoense, Echinostoma recurvatum dan Echinostoma revolutum.
B. Ada 5
spesies di Indonesia :
1. E. ilocanum
2. E. malayanum
3. E. lindoense
4. E. recurvatum
5. E. rovolutum
C. Hospes
definitif : manusia
Hospes pelantara
: HP I : keong
air Lymnea, Anisus
HP II
: keong air Viveripus, Pila, Corbicula
Penyakit : ekinostomiasis
Penyebaran : Filipina, Cina,
India,Indonesia
Habitat : usus halus
D. Morfologi
dan daur hidup
Cacing Trematoda dari keluarga
Echinostomatidae, dapat dibedakan dari cacing trematoda lain, degan adanya
cici-ciri khas berupa duri-duri leher dengan jumlah antara 37 buah sampai
kira-kira 51 buah. Letaknya dalam dua baris berupa tapal kuda, melingkari
bagian belakang serta samping batil isap kepala. Cacing tersebut berbentuk
lonjong, berukuran panjang dari 2,5 mm hingga 13-15 mm Dan lebar 0,4-0,7 mm
hingga 2,5-3,5 mm.
Testis berbentuk agak bulat,
berlekuk-lekuk, letaknya bersusun tandem pada bagian posterior cacing.
Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi 2/3 bdan cacing dan melanjut
hingga bagian posterior. Cacing dewasa hidup dalam usus halus, mempunyai warna
agak merah ke abu-abuan. Telur mempunyai operkulum, besarnya berkisar antara
103-137 x 59-75 mikron. Telu setelah 3 minggu dalam air, berisi tempayak yang
disebut mirasidium. Bila telur menetas, mirasidium keluar dan berenang bebas
untuk hinggap pada hospes perantara I ynag berupa keong jenis kecil seperti
genus Anisus, Gyraulus, Lymnaea, dan sebagainya.
Dalam hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi sporokist, kemudian melanjut menjadi redia induk, redia anak yang kemudian membentuk serkaria. Serkaria yang pada suatu saat berjumlah banyak, dilepaskan ke dalam air oleh redia yang berada dalam keong. Serkaria ini kemudian hinggap pada hospes perantara II untuk menjadi metaserkaria yang efektif. Hospes perantara II adalah jenis keong yang besar, seperti genus Vivipar, Bellamya, Pila atau Corbicula.Ukuran besar cacing, jumlah duri-duri sirkumoral, bentuk testis, ukuran telur dan jenis hospes perantara, digunakan untuk mengidentifikasi spesies cacing.
Dalam hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi sporokist, kemudian melanjut menjadi redia induk, redia anak yang kemudian membentuk serkaria. Serkaria yang pada suatu saat berjumlah banyak, dilepaskan ke dalam air oleh redia yang berada dalam keong. Serkaria ini kemudian hinggap pada hospes perantara II untuk menjadi metaserkaria yang efektif. Hospes perantara II adalah jenis keong yang besar, seperti genus Vivipar, Bellamya, Pila atau Corbicula.Ukuran besar cacing, jumlah duri-duri sirkumoral, bentuk testis, ukuran telur dan jenis hospes perantara, digunakan untuk mengidentifikasi spesies cacing.

GAMBAR CACING ECHINOSTOMA S.P.
E. Gejala
Klinis :
- Tidak ada gejala berarti
- Infeksi berat : radang dinding usus
- Pada anak dapat timbul diare, sakit perut,anemia, edema
F. Diagnosis :
Menemukan telur dalam pemeriksaan tinja
G. Masalah
diagnosis :
Cara konsentrasi merupakan cara yang dianjurkan
H. Epidemiologi
:
- Keong air sawah sering dikonsumsi meningkatkan kasus
- Sebaiknya keong sawah dimasak matang, metaserkaria mati
I.
Pengobatan
Tetrakloroetolen adalah obat yang dianjurkan, akan tetapi penggunaan obat-obat baru yang lebih aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.
Tetrakloroetolen adalah obat yang dianjurkan, akan tetapi penggunaan obat-obat baru yang lebih aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.
J. Prognosis
Penderita biasanya tidak menunjukan gejala yang berat, dapat sembuh setelah pengobatan.
Penderita biasanya tidak menunjukan gejala yang berat, dapat sembuh setelah pengobatan.
Heterophydae
A. Sejarah
Cacing keluarga Heterophyidae adalah cacing trematoda kerdil, berukuran sangat kecil, hanya kurang lebih beberapa milimeter.
Cacing ini pertam kali ditemukan oleh Bilharz (1851) pada autopsi seorang Mesir di Kairo.
Cacing keluarga Heterophyidae adalah cacing trematoda kerdil, berukuran sangat kecil, hanya kurang lebih beberapa milimeter.
Cacing ini pertam kali ditemukan oleh Bilharz (1851) pada autopsi seorang Mesir di Kairo.
B. Hospes dan
Nama Penyakit
Hospes cacing ini sangat banyak,
umumnya makhluk pemakan ikan seperti manusia, kucing, anjing, rubah, dan jenis
burung-burung tertentu.Nama penyakitnya adalah heterofialisis
C. Distribusi
Geografik
Cacing ini ditemukan di Mesir,
Turki, Jepang, Korea, RRC, Taiwan, Filipina, dan Indonesia. Cacing dari
keluarga Heterophyidae adalah: Heterophyes, Metagonimus yokogawai dan
Haplorchis yokogawai.
Di Indonesia, Lie Kian Joe (1951) menemukan cacing Haplorchis yokogawai pada autopsi 3 orang mayat.
Di Indonesia, Lie Kian Joe (1951) menemukan cacing Haplorchis yokogawai pada autopsi 3 orang mayat.
D. Morfologi
dan Daur Hidup
Cacing dari keluarga Heterophyidae
berukuran panjang antara 1-1,7 mm ddan lebar antara 0,3-0,75 mm, kecuali genus
Haplorchis yang jauh lebih kecil, yaitu panjang 0,41-0,51 mm dan lebar 0,24-0,3
mm. Di samping batil isap perut, ciri-ciri khas lain adalah, batil isap kelamin
yang terdapat di sebelah kiri belakang.
Cacing ini mempunyai 2 buah testis
yang lonjong, ovarium kecil yang agak bulat dan 14 buah folikel vitelin yang
letaknya sebelah lateral. Bentuk uterus sangat berkelok-kelok, letaknya di
antara kedua sekum. Telur berwarna agak coklat muda, mempunyai operkulum,
berukuran 26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium. Mirasidium yang keluar
dari telur, menghinggapi keong air tawar/payau, seperti genus Pirenella,
Cerithdia, Semisulcospira, sebagai hospes perantara I dan ikan dari genus
Mugil, Tilapia, Aphanius, Acanthogobius, Clarias dan lain-lain sebagai hospes
perantara II. Dalam keong, mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian
menjadi banyak redia induk, berlanjut menjadi banyak redia anak untuk pada
gilirannya membentuk banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan
tersebut dan masuk kedalam otot-ototnya untuk tumbuh menjadi metaserkaria.
Manusia mendapatkan infeksi karena
makan daging ikan mentah, atau yang dimasak kuarang matang. Pada ikan genus
Plectoglossus dan sejenisnya, metaserkaria tidak masuk ke dalam otot, akan
tetapi hinggap di sisik dan siripnya. Metaserkaria yang turut dimakan dengan
daging mentah, tumbuh menjadi cacing dewasa dalam 14 hari dan bertelur.
E. Patologi dan
Gejala Klinis
Pada infeksi cacing keluarga
Heterophyidae, biasanya stadium dewasa menyebabkan iritasi ringan pada usus
halus, tetapi ada beberapa ekor cacing yang mungkin dapat menembus vilus usus.
Telurnya dapat menembus masuk aliran getah bening dan menyangkut di katup-katup
atau otot jantung dan mengakibatkan payah jantung. Kelainan ini terutama
dilaporkan pada infeksi cacing Metagonimus dan Haplorchis yokogawai. Telur atau
cacing dewasa dapat bersarang dijaringan otak dan menyebabkan kelainan disertai
gejala-gejalanya. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi berat cacing
tersebut adalah mulas atau kolik dan diare berlendir, serta nyeri tekan pada
perut.
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur dalam
tinja.
G. Pengobatan
Obat yang tepat untuk penyakit cacing ini, adalah prazikuantel.
Obat yang tepat untuk penyakit cacing ini, adalah prazikuantel.
H. Prognosis
Penyakit heterofiasis biasanya ringan dan tidak membahayakan, dapat diobati sampai sembuh.
Penyakit heterofiasis biasanya ringan dan tidak membahayakan, dapat diobati sampai sembuh.
I.
Epidemiologi
Menusia, terutama pedagang ikan dan hewan seperti kucing, anjing dapat merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit kucing tersebut. Telur cacing dalam tinja dapat mencemari air serta ikan yang hidup didalamnya. Hospes definitif mendapatkan infeksi karena memakan daging ikan mentah yang mengandung metaserkaria hidup. Ikan yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi, seperti fessikh, dapat juga menyebabkan infeksi. Sebagai usaha untuk mencegah meluasnya infeksi cacing Heterophyidae kebiasaan makan ikan mentah harus dihindari.
Menusia, terutama pedagang ikan dan hewan seperti kucing, anjing dapat merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit kucing tersebut. Telur cacing dalam tinja dapat mencemari air serta ikan yang hidup didalamnya. Hospes definitif mendapatkan infeksi karena memakan daging ikan mentah yang mengandung metaserkaria hidup. Ikan yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi, seperti fessikh, dapat juga menyebabkan infeksi. Sebagai usaha untuk mencegah meluasnya infeksi cacing Heterophyidae kebiasaan makan ikan mentah harus dihindari.
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam
trematoda usus terdapat tiga jenis spesies cacing :
1.
Fasciolopsis
buski
2.
Heterophydae
3.
Echinostoma
sp
Sedangkan
Echinostoma sp dibagi menjadi 5 yaitu :
1. E. ilocanum
2. E. malayanum
3. E. lindoense
4. E. recurvatum
5. E. rovolutum
Dalam trematoda usus diagnosa ditegakkan denga cara menemukan telur dalam
pemeriksaan tinja.
0 komentar:
Posting Komentar